Oleh: Kurniadi Aris, SH., MH., MM. Praktisi dan Akademisi Hukum SUNGAI PENUH — Seperti hujan yang turun di tengah kemarau panjang, pemerinta...
Oleh: Kurniadi Aris, SH., MH., MM.
Praktisi dan Akademisi Hukum
SUNGAI PENUH — Seperti hujan yang turun di tengah kemarau panjang, pemerintahan Prabowo Subianto membuat gebrakan dengan mengeluarkan kebijakan penghapusan utang bagi petani, nelayan, serta pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di perbankan. Kebijakan ini muncul di tengah sorotan publik atas temuan uang tunai senilai 1 triliun rupiah oleh Kejaksaan serta 51 kilogram emas di kediaman salah satu pegawai Mahkamah Agung.
Langkah ini bukanlah upaya mistis untuk memulihkan ekonomi, tetapi sebuah keputusan populis yang memberikan kesempatan bagi masyarakat kecil, khususnya mereka yang terdampak pandemi COVID-19 dan gempuran perdagangan online yang semakin masif. Kebijakan ini dipandang sebagai angin segar bagi sektor produktif yang dihuni oleh mereka yang berjuang di lapisan akar rumput.
Data menunjukkan bahwa di Indonesia terdapat sekitar 66 juta pelaku UMKM, 27 juta petani, dan 3 juta nelayan. Berdasarkan informasi yang diperoleh penulis, kebijakan ini akan mendapatkan landasan hukum melalui Peraturan Presiden (Perpres) yang dijadwalkan untuk ditandatangani pada bulan November mendatang.
Respon masyarakat sangat positif. Kehadiran kebijakan ini memberikan harapan baru, terutama mengingat kondisi ekonomi yang semakin sulit. Dari sudut pandang kriminologi, tekanan ekonomi yang berkelanjutan berpotensi meningkatkan angka kriminalitas di masyarakat.
Sebagai seorang praktisi hukum, penulis telah menangani berbagai kasus kredit macet yang menjerat pedagang kecil, dan memahami secara langsung jeritan pelaku UMKM yang terjebak dalam pusaran masalah ekonomi, hingga ada di antara mereka yang harus rela anak-anaknya putus sekolah dan melarikan diri karena beban ekonomi yang tak tertahankan.(***)
COMMENTS