Oleh: Sudirman Chan, IR, MM
Pimpinan Redaksi PORTAL BUANA NEW
Refleksi Sejarah: Api Persatuan yang Tak Pernah Padam
Setiap tanggal 28 Oktober, bangsa Indonesia kembali menyalakan bara semangat yang diwariskan para pemuda 1928 — Sumpah Pemuda.
Tiga kalimat sederhana, namun mengguncang dasar kolonialisme dan meneguhkan tekad satu bangsa: Satu Nusa, Satu Bangsa, Satu Bahasa – Indonesia.
Bagi saya, Sumpah Pemuda bukan sekadar romantika masa lalu, melainkan manifestasi dari kesadaran kolektif bahwa kemerdekaan dan kemajuan hanya bisa diraih dengan persatuan.
Pemuda kala itu mampu melampaui batas kedaerahan, perbedaan agama, dan suku demi satu cita-cita bersama: Indonesia yang merdeka, berdaulat, dan bermartabat.
Sumpah Pemuda di Tengah Derasnya Arus Digitalisasi
Hari ini, sembilan puluh tujuh tahun kemudian, Indonesia berada di era yang sangat berbeda.
Kita tidak lagi berhadapan dengan penjajah bersenjata, tetapi dengan tantangan digitalisasi, degradasi moral, dan disinformasi yang dapat memecah belah bangsa.
Media sosial, yang semestinya menjadi ruang berbagi ilmu dan mempererat hubungan sosial, justru sering berubah menjadi medan pertikaian opini, hoaks, dan ujaran kebencian.
Di sinilah tantangan terbesar generasi muda saat ini — bagaimana menjaga makna Sumpah Pemuda di tengah dunia maya yang sering kali penuh bias dan provokasi.
Sumpah Pemuda mengajarkan bahwa identitas dan persatuan harus dipegang teguh, bukan hanya dalam bentuk fisik, tapi juga dalam dunia digital.
Bangsa yang besar bukanlah bangsa yang hanya mampu menciptakan teknologi, tetapi bangsa yang mampu mengendalikan teknologi dengan nilai-nilai kebangsaan.
Peran Media: Menghidupkan Semangat Persatuan
Sebagai insan pers, saya memandang media memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga dan menyalakan semangat Sumpah Pemuda di tengah masyarakat.
Media bukan hanya penyampai informasi, tetapi juga penjaga moral publik dan pemersatu bangsa.
Tugas media sejati adalah menghadirkan kebenaran, mendorong literasi, serta membangun ruang dialog yang sehat antar warga bangsa.
Ketika media berpihak pada kepentingan rakyat dan nilai-nilai kebangsaan, maka media turut menjadi bagian dari perjuangan itu sendiri — melanjutkan semangat para pemuda 1928 dalam bentuk yang lebih modern dan intelektual.
Pemuda dan Tantangan Moral Zaman
Generasi muda masa kini hidup di tengah kemudahan teknologi, namun juga di tengah krisis teladan dan orientasi.
Di sinilah pentingnya mengembalikan makna Sumpah Pemuda — bukan hanya soal nasionalisme simbolik, tetapi komitmen moral untuk berbuat nyata bagi bangsa.
Pemuda harus mampu menjadi pelopor dalam:
Menolak hoaks dan ujaran kebencian.
Mengedepankan dialog di atas konflik.
Menggunakan teknologi untuk membangun, bukan menjatuhkan.
Menjadi agen perubahan dengan karakter dan karya yang beretika.
Karena pemuda yang sejati bukanlah yang hanya lantang bersuara, tetapi yang mampu memberi solusi dan keteladanan.
Meneguhkan Kembali Ikrar Persatuan
Sumpah Pemuda adalah pengingat bahwa Indonesia lahir dari persatuan yang dibangun atas perbedaan.
Dalam situasi sosial politik yang kadang terpolarisasi, kita harus kembali menengok semangat itu — bahwa cinta tanah air tidak diukur dari kata-kata, tetapi dari tindakan nyata menjaga kedamaian dan keutuhan bangsa.
Momentum Sumpah Pemuda tahun ini hendaknya menjadi panggilan nurani bagi seluruh elemen bangsa, terutama pemuda dan insan pers, untuk terus menyalakan api kebangsaan, kejujuran, dan tanggung jawab sosial.
Penutup: Dari Pena untuk Bangsa
Sebagai Pimpinan Redaksi PORTAL BUANA NEW, saya percaya bahwa kekuatan bangsa ini bukan hanya pada senjata atau ekonomi, melainkan pada pena dan pikiran yang jujur.
Tugas kita hari ini adalah melanjutkan perjuangan itu melalui tulisan, informasi, dan gagasan yang membangun.
Mari kita rawat kembali nilai-nilai Sumpah Pemuda — semangat persatuan, kebersamaan, dan komitmen terhadap keadilan — agar Indonesia tetap teguh berdiri sebagai bangsa besar yang disegani di mata dunia.